Sebuah puisi
untuk seseorang yang selalu merangkai kata tanpa titik temu. Berawal dari
puisi, aku menyadari kehadiranmu. Syair yang kau ciptakan selalu menggambarkan
keinginanku untuk mengenal dunia lebih jauh. Puisi bernuansa rindu seperti
burung yang sedang terpenjara dalam sangkar. Itulah aku. Aku adalah burung yang
selalu terpenjara. Selalu sendiri dan menyendiri. Dunia luar begitu asing bagiku.
Keramaian yang selalu diciptakan membuatku tak mengerti, dimana aku berada. Tapi
lewat syair puisi yang kau goreskan di batu terjal, ku ingin merasakan semua
itu disisa umurku ini.
Ketahuilah, ku
ingin hidup berdampingan. Berpasangan. Ku ingin hidup dengan orang yang
menumbuhkan semangat hidupku. Penyair . Kaulah orangnya. Tak dapatkah kau
berhenti sejenak di sangkar ku dan membebaskan aku dari sini. Aku ingin
mengepakkan sayapku dan terbang mengelilingi angkasa hanya dengan penyair.
Dirimu untuk diriku. Kau bak cahaya yang selalu menerangi tempat peraduanku. Hangat.
Tapi tiba-tiba
kau menghilang dengan sekejap mata. Jalan demi jalan aku telusuri. Tak ku
dapati kau. Kemana kau pergi? Di sisi gelap kah kau bersembunyi? Atau sisi
terang yang kau datangi? Saat kau pergi, aku mengepakkan sayapku yang rapuh
dengan sisa tenaga yang dapat aku hasilkan. Kepergianmu membuatku takut jika
aku tak dapat bertemu dengan Penyair. Kau yang menuliskan jalan hidup ku. Kau
juga yang harus menuliskan akhir dari perjalanan
hidupku.
Kau muncul
lagi disaat ku sudah berani menammpakkan diri pada dunia. Kau selalu berkata
bahwa aku harus menyapa hangat mentari yang selalu menyinari mataku. Kau bilang
aku tak bisa hidup apabila tak melihat mentari. Aku terbentuk dari hangatnya
mentari, kemudian menyalurkan segalanya di sekelilingku. Kau percaya bahwa aku
pengganti matahari untukku. Kau yakin itu, dan aku harus yakin. Kau tak akan
pernah salah. Tapi kau tak jelas adanya. Kau pergi. Kau datang. Pergi lagi.
Datang. Aku capek dengan keadaan ini.
Kau
menunjukkan satu hal, kau penyair yang tak berujung pada takdir. Kau coba hal
baru yang membuatmu hidup. Aku tahu itu. aku menerimamu dengan resiko yang ada.
Disisa umurku ini, aku ingin melihatmu menemukan takdir yang kau cari. Aku tak
bisa terus-menerus menjadi benalu dalam hidupmu. Aku senang karena sudah
mengenal dunia luar bersamamu. Dan disaat aku mati. Terbanglah yang jauh.
Tinggalkan aku di sangkar yang baru. Tak ada penjara yang ada hanyalah karangan
bunga. Kan kuingat kenangan ini dalam sangkar baruku. Gelap. Tenang. Damai.
Penyair, aku
mencintaimu.
0 komentar:
Posting Komentar